Skip to main content

Hilang



Hilang /hi-lang/  1 tidak ada lagi; lenyap; tidak kelihatan 2 tidak ada lagi perasaan 3 tidak dikenang lagi; tidak diingat lagi, lenyap

Hilang, sebuah kata sederhana dalam bahasa Indonesia dengan dua suku kata dan 6 aksara. Sangat sederhana. Sesederhana bagaimana Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan maknanya. Tapi sering kali, sebuah kata yang seharusnya juga hanya memberikan konsekuensi sederhana itu justru membuat kita, atau minimal saya, kacau.

Apa perasaanmu ketika sesuatu hilang? Bagaimana jika suatu hal itu amat sangat penting? Bagaimana jika suatu hal tersebut pernah menjadi pemompa semangatmu yang menghilangkan bosan? Bagaimana jika suatu hal tersebut telah membuatmu menatap masa depan lebih terang dan berarti?

Bagaimana Perasaanmu?

Atau kita balik.

Bagaimana perasaanmu jika kamu menghilang? Bagaimana jika kamu adalah suatu hal yang amat sangat penting bagi suatu hal yang lain? Bagaimana jika ternyata, selain penting, kamu juga merupakan suatu hal yang telah membuat suatu hal yang lain menatap masa depannya lebih terang dan berarti?

Pasti menimbulkan sensasi kesepian di tengah keramaian, membuatmu kehilangan motivasi yang sedianya menggerakkan tubuhmu beraktifitas. Selama berhari-hari.  Membuat seakan-akan ada suatu benda tak kasat mata di relung dada yang sedianya luas menjadi sempit, sesak, dan tidak muat disambangi teman bernama senang. Selama berpekan-pekan.Singkat kata,

kita merasa sedih.

Lantas apakah ketika menghilang, kita merasakan hal yang sama?

Di anak tangga yang ketujuh belas ini, ada banyak momen kehilangan yang pernah bersambang. Sungguh berbagai macam benda-benda yang jadi subyeknya. Nilainya juga beragam. Seberapa penting bendanya juga tak sama.

Menyaksikan mamak berpulang adalah kehilangan. Berpisah dengan teman-teman di bangku sekolah dasar adalah sebuah kehilangan. Memulai sekolah di luar kota adalah kehilangan. Dinonaktifkan dari organisasi adalah kehilangan. Diwisuda dari alma mater adalah kehilangan. Kecopetan Handphone di Busway adalah kehilangan. Kehabisan sandal setelah perkumpulan wajib kelas 6 adalah kehilangan.

Dari hilangnya begitu banyak benda, baik abstrak maupun kongkrit, bersama rasa dan bekas yang tertinggal setelahnya, ternyata kita, atau minimal saya, ternyata bisa mempelajari hal penting yang ternyata sama.

Bahwa setiap kehilangan, mendalamkan pemahaman kita tentang kefanaan, tentang tiadanya keabadian pada benda-benda yang diciptakan. Tapi yang lebih penting, dengan kehilangan, dan rasa sedih yang mengikutinya, kita belajar bahwa tiada penyakit tanpa obat.

Termasuk sakit hati.

Pasti ada cara untuk mengobatinya. Sesakit apapun rasanya. Seberharga apapun subyeknya. Seberapa cerahpun masa depan yang seolah-olah telah terjanjikan bersamanya.

Mengutip sebuah tulisan dari Raditya Dika, Sakit hati yang kita rasakan, memberikan sensasi bahwa kita adalah makhluk hidup yang punya hati dan merasa, bukan batu yang tak mampu berbuat apa-apa. Jadi nikmatilah kehilangan yang kau rasakan.

Selamat malam yang telah hilang. Pasti ada jalan yang lebih menyenangkan.

Untuk kita masing-masing


Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...