Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2014

Pekat ~part 3

..... api kenapa isi chating itu ngomongin soal, mira?..... “Baca yang bawah, lu pernah jatuh cinta sama Mira, Sur. Lu kira Mira nggak nanggepin, kan? Setau gue, lu keburu hilang duluan,” terang Shila, hatiku sedikit tak tenang. Penjelasan darinya membuatku sedikit merasa ada yang mengganjal didalam dada. Kenangan-kenangan itu diputar didalam kepalaku. Muka Mira bertahun-tahun lalu, gayanya yang pemalu tapi cerewet, kerudungnya yang selalu berlekukan di sebelah kanan atas, senyum paling manis sedunia miliknya, dan yang lainnya, berjalan seperti film paling mengharukan didalam benak, dan dadaku. Untuk beberapa saat, aku melamun memandangi layar handphone itu. Shila menarik paksa kembali handphonenya, menggeser layar, lalu memberikannya kepadaku lagi. “Lihat, dan lo pernah berjanji nggak akan pernah punya pacar. Lo Cuma mau suatu hari nanti, lo bakal dateng langsung ke bokapnya Mira,” Shila dan Ragil ketawa lagi. Aku diam tanpa ekspresi. “Nyalon,” tambah Ragil tersenyum. Dahiku m

Pekat ~Part 2

          ........    “Kalo lo tau, sejak saat itu, gw selalu mikir ternyata perkataan lo ada benarnya juga. Hampir empat belas tahun gw hidup saat itu kok rasanya kosong banget, ya. Hidup gw begitu normal, Cuma antara rumah dan sekolah. Tanpa ada aktivitas berarti yang lainnya.” Mira tertunduk memainkan jemarinya, lalu memperbaiki lekukan kerudungnya menjadi oval telur.......                          Hujan sudah benar-benar reda saat ini. Jam di dinding bar menunjukkan tepat pukul dua. Mang udin sudah selesai dengan permainan gitarnya, kini ia berbagi suka duka mendirikan kejau kepada para pengunjung lain yang masih setia. Para pelayan mulai membersihkan meja dan menyapu lantai kedai. Mereka bersiap menutup kedai.                 “Untung suatu hari gw bertemu Wahyu, gitaris The Dreamer yang lo lihat tadi. Dan kata dia, suara gw lumayan, gw diajak latihan bareng band bentukannya,” kami bertatapan sejenak, Mira memandang mataku begitu dalam, bibirnya bergetar. “Bener aja, ternyat

Pekat ~Part 1

            Hujan yang mengguyur kota sejak satu jam terakhir semakin menjadi-jadi dan belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berhenti. Suhu udara malam yang sewajarnya hanya turun sampai ke titik dua puluh derajat celcius tampaknya lebih rendah untuk malam hari ini. Boyolali semakin mendekati puncak musim dingin tahun ini. Aku menaikkan resleting jumper hijau tosca yang kukenakan. Menyeruput kopi, dan memeluk kakiku sendiri yang kunaikkan ke atas sofa semakin erat. Jarum jam di tanganku menunjukkan hampir pukul sepuluh tiga puluh. Mungkin kali ini, lagi-lagi aku akan meninggalkan kedai wedang anget milik mang udin yang buka sampai pukul tiga subuh ini lewat dini hari. Jangan salah, walaupun hanya menyediakan wedang anget dan jajanan ringan khas jawa tengah, kedai ini memiliki desain interior dan eksterior yang begitu menawan. Dari luar, orang akan lebih percaya kalau kedai ini adalah salah satu cabang franchise coffee shop milik asing. Saat masuk kedalam, suasana akan berubah de

Gontor and it's rain story

                Sudah hampir dua tahun hidup di Gontor. Seiring bergantinya hari, minggu, bulan, tahun, musim pun juga silih berganti. Walaupun tetep Cuma ada dua musim. Penghujan dan kemarau. Tapi hal itu berimbas banyak sekali pada kegiatan kami karena disini kondisinya sangat berbeda sekali dengan kondisi rumah. Baik saat hujan maupun terang. Saat kemarau maupun penghujan.                 Seingetku, sejak pertama kali menginjakkan kaki di Gontor, kalau lagi musim kemarau, matahari akan bersinar terang sepanjang hari. Dan udara jadi terasa panas sekali. Lebih-lebih pada siang hari kalo lagi dapat iqob dijemur atau lari keliling tujuh belas agustus. Kalau lagi musim kemarau juga, jangan pernah berharap untuk ketemu hujan walaupun sekali dan sebentar sampai musim ini berganti. Belum pernah kualami                 Saat kemarau, jemuran pasti kering walau Cuma dijemur sebentar saja. Tapi kalau lagi musim penghujan, jangan harap. Bisa sampai berhari-hari itu pakaian digantung di jemu

Bukan Buka Bersama Biasa jeelll

Bertemu teman lama dan mengingat bahwa dulu kita pernah punya kenangan bersama itu selalu seru! Bahkan sering sekali jadi mengharukan. Malam ini, dengan semilir angin gunung yang berhembus turun menyusuri gang-gang perumahan mendinginkan kota, dan gemerlap gemintang dari tujuh lapis langit, batinku puas sekali. Akhirnya buka bersama dan reuni temen-temen alumni MIN Boyolali tahun 2012 alias 'NAMIBO' selesai juga. Awalnya kukira acara ini bakal seru. Ternyata seru banget! Lelah memutar otak, menarik gas, dan mengutak-atik adobe premiere untuk mempersiapkan acara ini terbayar lunas sudah saat temen-temen bisa ketawa bareng lagi. Memang melihat orang tersenyum karena keringat kita itu sebuah kebahagiaan tersendiri.   Buka bersama kali ini emang bener-bener beda dan berkesan sekali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain karena ada beberapa orang teman yang merelakan dirinya buat jadi panitia untuk mengurusi acara ini dari A sampai Z-nya, juga karena yang dateng jau

Tentang Menulis, Suara Hati, dan Ketenangan

               Sejak kecil dulu, ayahku selalu mendoktrinku bahwa besar nanti, aku harus jadi penulis. Apapun yang kulakukan, coba ditulis dulu. Mulai dari kenangan pada sebuah perjalanan, tentang film yang aku tonton, keluhan-keluhan, dan apapun itu. Katanya orang yang menulis itu pasti hebat, ia akan dikenang, dan lebihnya, bakal punya banyak uang. Abah juga dulu suka beli buku-buku teori menulis untukku, karena keinginannya yang kuat untuk menjadikan anaknya seorang penulis. Sayangnya aku tidak pernah percaya sama omongan abah itu, kalo Cuma sekedar percaya sih mungkin iya, tapi untuk merealisasikan apa yang beliau ucapkan tentang menulis apapun yang aku alami itu tidak. Buku-buku yang beliau berikan kepadaku pun jarang sekali aku baca. Bahkan mungkin tidak pernah. Sampai suatu saat, kenyataan baru menyadarkanku tentang apa yang bertahun-tahun lalu Abah bilang tentang menulis itu.                 Aku baru menyadarinya setelah hampir setahun masuk pondok, dan baru dapat jatah libu

Setitik Harapan Untuk Tanah Aborigin

                Gak tau tanggal berapa dan hari apa, yang pasti, waktu itu bulan februari. Kiri, kanan kulihat banyak banner iklan dibukanya pendaftaran study tour ke Australia. Iya cung, kamu gak salah baca. Ke Australia. Akhir-akhir itu aku sedang bosan dengan diriku yang suka ngurung dirumah selama liburan. Aku jenuh, aku perlu melihat dunia luar. Aku rindu kebebasan. Terlebih yang aku tahu setelah wawancara ke penanggung jawab acara ini, Mr. Nuris, study tour ini bukan Cuma perjalanan belajar bahasa saja. Selama 13 hari, pesertanya akan diajak berkeliling menjelajahi Kebudayaan Australia. Juga ber-‘ziarah’ ke banyak tempat. Yang jelas bakal jadi sebuah pengalaman luar biasa.                 Maka setelahmenyelesaikan job wawancara ke kantor LAC (Language Advisory Council) di gedung Indonesia 1 malam itu, dengan yakin aku mengambil langkah buat ikutan daftar ujian study tour ini. Dibalik bayangan uang darimana. Australia itu jauh, pasti butuh banyak duit. Tapi dengan modal

Ber-Energi Positif

                Menjadi seorang pemuda adalah sebuah anugerah yang sangat indah. Kesempatan ini merupakan sebuah kemewahan tersendiri. Karena diwaktu inilah kita memiliki semangat juang dan idealisme yang luar biasa terhadap sesuatu jika kita mau mengelolanya dengan baik. Kita akan selalu memiliki keberanian untuk melakukan banyak hal dan merasakan banyak perasaan tanpa takut itu akan jadi masalah. Dimasa ini juga rasa penasaran kita terhadap banyak hal begitu dalam. Kita akan rela melakukan apa saja demi mengenyangkan diri kita dari rasa penasaran itu. Rasa penasaran yang tinggi ini kadang berakibat baik jika kita ingin tahu banyak hal dan mencoba sesuatu yang baik pula. Tapi tidak sedikit pemuda yang kadang justru terjerumus karena rasa penasaran yang dalam terhadap sesuatu yang kurang baik.                 Saat berada di masa keemasan dalam hidup ini, kita diberi dua pilihan. Antara menjadi seorang pemuda yang bermanfaat, Atau hanya menjadi seorang pemuda normal seperti yan

Seonggok Daging Bernama dan Kesombongan

                 Manusia memang telah diciptakan oleh Allah Swt. Dengan penciptaan yang paling sempurna. Namun beigtu, tidak ada seorangpun yang berhak untuk mengaku lebih baik dari sesamanya. Sehebat apapun ia. Dimata Allah, semua manusia adalah sama. Hanya tingkat ketaqwaan seseorang-lah yang membedakan.                 Pencipta alam semesa Yang Maha Adil itu juga telah menjadikan manusia ini beragam. Bukan hanya suku, warna kulit, atau kenampakan fisik lain sja yang berbeda yang beragam. Lebih dari itu, yang ada didalam jiwa kita juga telah dijadikan-Nya beragam. Didalam hati tidak kasat mata itulah tersimpan sifat-sifat yang beragam. Belum tentu sifat yang dimiliki oleh seseorang dimilliki juga oleh orang yang lainnya. Bahkan oleh sahabat karibnya sendiri, itu tidak menjamin mereka memiliki sifat-sifat yang sama secara keseluruhan.                 Sifat-ifat tersebut berperan sangat penting sekali dalam pengendalian tubuh. Sifat-sifat yang kita miliki juga mempengaruhi sik