Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Tersenyum..

Aku mencintai Boyolaliku… Sama seperti.. rasa cintaku yang besar kepada banyak hal yang kumiliki di sekitarku. Rasa cinta ini bukan tanpa alasan, bukan juga muncul begitu saja. Bagaimana tidak, dan betapa durhakanya aku juga tidak memiliki rasa itu. Di Boyolali, aku dilahirkan, di kota mungil ini, aku dibesarkan dan melakukan banyak hal untuk pertama kalinya. Termasuk jatuh cinta. Hampir 12 tahun lebih, disini aku belajar mengenal hidup, dan mengenal dunia. Berjabat tangan dengan alam, berkenalan pada banyak orang dan mengukir cerita bersama mereka. Semua itu berlalu tanpa terasa, kalai boleh, aku tidak akan menolak untuk menambah jatah waktu hidup bersama Boyolali. Sayang impian-impian itu harus tercapai, dan berhak mendapat perjuangan yang layak. Itu juga karena aku percaya ucapan Imam Syafi’I bahwa berdiam di kampong halaman tidak akan membuatmu berkembang. Sama seperti singa yang tidak akan mendapat mangsa jika enggan berburu. Jadilah kampong halaman itu harus ditingga

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng

Ada Apa Denganmu

Ada apa denganmu? Ada sambungan apa antara hati ku dan punyamu, kenapa sering sekali datang tak diundang, bahkan saat seharusnya aku menginginkanmu menjauh, jangan urusi aku, jangan anggap aku ada, supaya aku bisa berhenti, dari lari marathon mengejarmu yang secepat kilat, mengejar kilau purnamamu yang mengobrak-abrik getaran dadaku. Ku anggap, semua mimpi tentangmu, adalah indah. Tapi aku tetap menganggapnya buruk, bahkan sangat buruk, kalau aku harus melihatmu dalam tidurku, kamu yang terbaring lemah dengan selang infuse tertancap pada tangan kananmu. Sulit tersenyum, mata berkaca-kaca, dan tak bisa berbuat apa. Seharusnya aku datang, saat yang tepat, alasan yang tepat untuk bertatap muka denganmu, membesarkan hati, ‘memaksa’ mu tersenyum, tapi apalah daya. Jarak dan tembok-tembok tinggi super tebal disiplin Gontor memang kejam. Aku nggak bisa pulang. Mereka menganggap ini masalah kecil. Mereka tidak tahu kalau ini adalah masalah hati, masalah masa depan. Tersiksa aku di

Golek Ta’jil Neng Mburi BPD #KulinerBoyolali

Tempatnya ada di sebelah barat Taman Sonokridanggo, bekas taman kota Boyolali yang saat ini sedang dipugar. Dengar-dengar akan dirubah menjadi simpang 5. Penyebutan ‘ Mburi BPD ’ memang sudah sangat lekat dengan bau-bau kuliner, apalagi pada bulan ramadhan seperti ini. Pada hari-hari normal, 11 bulan selain bulan ramadhan, di sekitaran Mburi BPD adalah tempat mangkal penjual es pisang ijo, siomay, dan lain-lain yang buka pada siang hari dan menghilang menjelang matahari terbenam. Tapi pada bulan Ramadhan, penjual yang membuka lapaknya di ujung timur Jl. Boyolali-Magelang ini bisa bertambah berkali-kali lipat, dan semakin beragam jenis makanan yang dijual. Biasanya para pembeli berdatangan setelah jam shalat ashar, dan semakin ramai menjelang waktu berbuka puasa. Makanan dan minuman yang dijual disini umumnya adalah macam-macam sayur, lauk-pauk, dan menu-menu lain yang pas untuk berbuka puasa. Ada juga Sosis bakar, pizza bakar, dsb.

Aneka Makanan Goreng, Dicomot Pedasnya Sambel Layah #KulinerBoyolali

Dua hari ini buka puasa di luar rumah terus, mungkin besok juga. Semakin Ramadhan sampai ke penghujungnya, semakin banyak juga yang ngajakin makan malam bareng. Jadi ceritanya sore ini alumni 9F SMPN 1 Boyolali, dengan tulus memberikan kelebihan uang Kas yang masih tersisa dalam bentuk 50 kotak ta’jil ke sebuah masjid yang ada di ngemplak. Biar greget, setelah menyerahkan 50 kotak tadi, acara dilanjutkan dengan buka bersama di Sambel Layah .

Buka Bersama Bareng Prestigious

Manusia-manusia prestiglo Belum sah seseorang disebut dengan ‘Anak Gontor’ kalau belum tumbuh rasa kebersamaan, kekeluargaan di dalam dadanya. Dan malam ini bagian kecil dari Surakarta-Jogjakarta membuktikan hal itu. Dengan buka bersama yang sederhana, tapi mengena di rumah Luthfi Al-Fatah, teman sekelas.

Makan Ramen Di @WaroenkRamen Boyolali #KulinerBoyolali

Penampang dari depan Mau makan mie ramen? Nggak usah jauh-jauh, di Boyolali juga ada. Tempatnya di Waroenk Ramen, di sebelah timur SMA BK 2, jalan ke arah komplek kantor bupati Boyolali dari Jl. Perintis kemerdekaan. Sebenarnya sabtu malam yang lalu diajakin makan di sini sama Galang— @Chisherz, tapi entah kenapa, selalu batal janji makan kami. Mungkin belum jodoh. Jadilah malam ini mengobati rasa penasaran menjajal restoran jepang baru ini bareng anak-anak Griya Pulisen. Siapa lagi kalau bukan Aga, Estu, Arsyad, dan, em… Dido. Kalau boleh jujur, pertama kali masuk ke restoran ini, sedikit kecewa. Ternyata tidak, atau bahkan jauh dari ekspektasi, bukan seperti image restoran masakan jepang yang ada dalam kepalaku. Ini lebih mirip warung mie ayam kali ya. Semoga cukup menggambarkan bagaimana suasananya Padahal restoran ini bukannya cabang Franchise, yang seharusnya sudah memiliki standar pelayanan dan kenyamanan tersendiri? Hanya yang di Boyolali kah yang seperti ini?

Makan Steak Dengan Suasana Beda. Review Central Steak & Coffee #KulinerBoyolali

Now We Are Open! Jadi ceritanya baru pulang dari RS. dr. Oen Solo Baru. Setelah hampir setengah hari berada di Solo, otomatis belum sempat masak apapun buat buka puasa di rumah. Jadilah mumpung pergi, sekalian buka di luar rumah. Pilihan jatuh ke menu steak. Lagi pengen aja. Sebagai orang Boyolali, kemana lagi perginya kalau mau makan steak kalo bukan ke bintangnya steak di Jl. Pandanaran. Adzan maghrib berkumandang saat mobil yang kami tumpangi masih di sekitaran Teras, dan sampai di tempat yang dituju beberapa menit setelah adzan selesai. Begitu sampai dan turun dari mobil, langsung disambut oleh seorang penegak disiplin yang memeberi tahu, di dalam tempatnya sudah penuh. Beuh. Pasti.

Review Sandee Café : Chocolate, Coffee & Dessert #KulinerBoyolali

Berawal dari kepingin menjajal tempat-tempat makan baru di Boyolali bareng cah-cah Pulisen. Kata @AgaRiyanto—yang membawa Ulil ke tempat ini, juga sesuai dengan keterangan dari waiter di cafĂ© itu, Sandee sudah jalan kurang lebih 3 bulan, cukup lama untuk ukuran baru. Tapi jarak yang membuat gue kudet dari perkembangan Boyolali, termasuk tempat-tempat makan yang baru di sini. Jadilah baru malam ini bisa mampir. Memang selalu ada yang baru dan hilang setiap pulang di tengah, dan akhir tahun. Pertama kali melihat cafĂ© ini ketika lewat di suatu siang, langsung tertarik dengan penampilan luarnya. Sederhana, antik, tapi terkesan sangat elegan. Dan kesan itu bertambah dalam saat mampir ketika hari sudah gelap. Lampu-lampu di atap cafĂ© yang didominasi lampu kuning menyala terang namun tidak menyilaukan mata, membuat suasana cafĂ©-nya terasa banget. Dan sebagaimana selayaknya tempat seperti ini, dalam pandangan pertama melihat suasana seperti itu pun orang bisa menyimpulkan bahwa Sand

Satu Pagi di Solo

Jl. Brig. Slamet Riyadi ke arah timur. Ini bukan soal Solo dalam artian yang luas. Ini Cuma melihat Solo dari satu sisi indahnya pada suatu pagi di Jl. Slamet Riyadi. Setelah matahari terbit hari Ahad, 5 Juli 2015. Mungkin ini adalah Car Free Day di Slamet Riyadi yang kesekian ratus sejak pertama kali digagas oleh Walikota Surakarta saat itu, ir. Joko Widodo pada 30 Mei 2010 silam. Tapi ini adalah kali pertama Ulil menyempatkan diri datang ikut menikmati suasana Slamet Riyadi tanpa kendaraan. Dapet pinjeman sepeda. bebas ngebut + sruduk kanan sruduk kiri Kesan pertama begitu turun ke jalanan setelah memarkirkan motor di dekat sriwedari adalah terkagum-kagum. Slamet Riyadi yang pada hari biasa hampir selalu padat dengan mobil, motor, becak, dan apapun itu, kini lengang. Dari ujung barat, sampai timur di Gladak, yang terlihat hanyalah wajah-wajah penduduk yang penuh keceriaan. Terlihat sangat menikmati suasana seperti ini. Hari Ahad memang merupakan waktunya untuk me

Menganu tentang kamu [Lagi]

Jalan raya Surakarta-Boyolali. Dalam kecepatan tinggi pada suatu malam, di atas sebuah kendaraan tanpa bodi bersama Wildan di barisan paling depan, di sebelah sopir, kami berdua bercanda sepanjang perjalanan. Menertawakan diri masing-masing. Sampai mata kami berdua menangkap sesuatu beberapa ratus meter di depan. Seorang gadis berkerudung dengan pakaian gelap. Serba biru dongker. Wildan menunjuknya, memberi tahuku. Menanyakan sedang apa dia di tengah-tengah jalan. Saat kendaraan yang kami tumpangi semakin mendekat, ternyata gadis itu tidak asing dalam pandangan kami berdua. Pandangan kami berdua saling bertemu. Gadis itu tetap diam di tengah keramaian lalu lintas. Di belakang sebelan kanan kendaraan yang kami tumpangi, tepat sejalur dengan posisi dimana gadis itu berdiri, sebuah bus dengan kecepatan tinggi melaju, jika gadis itu tetap berdiri di situ, dan bus di belakang kami tetap melaju, gadis itu bisa tertabrak. Dan tampaknya memang akan jadi seperti itu, karena bus di be

Sorry,

Kata maaf jadi memiliki makna yang jauh lebih banyak setelah dia mengucapkannya kepadaku. Walaupun tidak langsung secara lisan, but it was more than enough. Apalagi maaf itu diucapkan tanpa dia melakukan kesalahan. Memang segala usaha yang aku coba hanya menghasilkan percakapan satu arah. Seperti antara wartawan dan narasumber yang sebenarnya tidak mau diwawancarai. Itupun sudah jauh lebih baik daripada berbulan lalu, ketika aku tidak lain halnya dari sebuah debu yang ditiup. Walaupun menyakitkan, tapi buatku itu bukan berarti kesalahan. Itu hanyalah reaksi wajar dari hati yang merasa terusik. Yang tidak ingin diganggu oleh hadirku. Ini adalah jawaban bahwa aku bukanlah yang diinginkannya. Aku pun tak tahu setan apa yang merasukinya. Mulut siapa yang sudah mendorongnya, hingga dia meminta maaf, untuk banyak kesalahannya kepadaku yang tidak pernah ada. Ini adalah tindakan seorang anak manusia yang paling gentle di bulan Juli. Meskipun bulan ini barusaja dimulai. Apalagi dia be

Berakhirnya sensasi tokoh 'kamu'

Sebuah dentum lembut mirip ketukan terdengar pelan dan akrab dari alat komunikasi purbaku. Suara itu kadang datang bersama datangnya bahagia, air mata, atau terkadang hanya hampa yang ikut serta bersamanya. Malam ini ia datang lagi, entah apa yang saat ini kuharapkan dalam hadirnya pada kesendirianku. Pelan-pelan ujung telunjukku menyentuhnya pelan agar terbuka. Ingin tahu, jadi perasaan macam apa yang ikut datang kali ini. Dan rambut pendekku hampir rontok berguguran di atas permadani membaca pesan itu setengah tidak percaya. Ibu jari dan telunjuk tiba-tiba kompak mencubit daging berlebih di perut. Kalau benar ini bukan mimpi atau sekedar halusinasi, berarti balasan itu resmi membuka obrolan lintas ruang pertama kami dalam hampir setahun terakhir. Sungguh sulit untuk dipercaya. Setelah ribuan detik terlewati, dengan perasaan dianggap seperti angin malam yang dingin, dan biarkan berlalu, akhirnya. Dia tahu bahwa aku masih ada, dan organ tubuhku termasuk mulut dan hati masih berf

L-U-L-U-S

Hari ini dimulai dengan kata ‘tumben’. Tumben aku bisa bangun pagi, tepat saat adzan subuh dari masjid dekat rumah berkumandang. Lebih tepatnya, tumben bisa langsung bangun saat adzan sampai ke telinga. Sebenarnya, biasanya juga mata terbuka saat adzan berkumandang, tapi lanjut tidur, dan baru bisa bangun pukul enam tepat. Karena ini merupakan sebuah momen yang sangat langka, maka aku memutuskan untuk segera beranjak dari tempat tidur dan mengambil wudhu, memakai kemeja, dan melangkahkan kaki ke masjid. Keanehan hari ini tidak hanya berhenti di situ. Sepulang dari masjid, pukul 5 kurang 15 menit pagi, sama sekali tidak ada keinginan dalam diriku untuk melanjutkan tidur, aneh kan. Karena tidak bisa memejamkan mata lagi, aku memutuskan untuk mengambil handuk dan langsung mandi pagi. Terasa dingin. Sekalipun air yang digunakan mandi adalah air hangat dari waterheater. Pagi ini diriku terasa seperti bukan diriku, seakan ada sesuatu yang menggerakkan. Setelah mandi, aku langsung berpak

Don't Leave me, I know you're angry you're everything to me

Diambil dari lirik lagu Dochi Sadega, Ten Fold Apologies Analogi  Yang penulis pikir cocok Untuk menggambarkan bagaimana Perasaan penuils kepada sseorang yang sedang mengusik ketenangan Hatinya ke Siapa gue dan siapa elu dengan kerundung manis bermotif bercak warna-warni indah itu, sampai harus menyebutmu ‘everything’ to me. Padahal rasanya baru kenal kearin sore. Disebut berjasa juga what have u done to me and what have I done to you? Disebut selalu ada juga kapan kita ketemu? Dipanggil paling mengerti juga sejak kapan kita pernah berbicara saling bertukar rasa. Sungguh menyebutmu segala-galanya adalah hiperbola. Terlalu dilebih-lebihkan karena angan buta murahan. Berteriak don’t leave me juga terlalu kegeeran. Emang ada hubungan apa diantara kita sampai harus merasa ditinggalkan. Atau jangan-jangan aku memang tidak ada di matamu, hanya seperti setitik debu yang pantas ditiup. Apalagi di hatimu.

Muslimkah?

Pernah Suatu hari pada jam belajar malam saat lagi iseng buku tauhid jilid 1 untuk kelas 4—dalam rangka mendekatnya ujian akhir tahun—yang materinya buanyak buanget, Muchtar, seorang teman sekelas yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak-anak yang lain dan kemampuan menghafal yang super bertanya—maklumlah, kelas atas, jadi waktu belajar biasa dipake iseng dan ngapain aja, yang penting bukan belajar. Lebih-lebih orang seperti Muchtar yang kecerdasannya diatas rata-rata. “Bagaimana cara membuktikan bahwa Tuhan itu ada dengan logika kepada orang-orang atheis tanpa menggunakan dalil Al-Qur’an maupun hadits, karena jelas mereka tidak percaya Tuhan, apalagi nabi,” pertanyaan itu jelas ditujukan kepadaku yang duduk pada bangku di belakang tempat Muchtar duduk. Lebih-lebih dengan buku Tauhid yang sedang aku pegang, pertanyaannya setema dengan buku itu. Glek. Aku yang pengetahuan agamanya masih cetek merasa seperti ditodong dengan pisau oleh kawan sendiri. Ternyata pertanyaan Muchtar i

How Fast The Time has Passed

Lagi pengen jujur-jujuran dan mengenang beberapa step pertumbuhan yang telah berlalu. Dulu, saat aku hanyalah seorang bocah ingusan—padahal sekarang masih—berseragam putih dengan bawahan merah darah, melihat Alumni yang datang lagi ke MIN dengan seragam SMP kebanggaan mereka adalah sebuah momen yang sangat luar biasa. Itu adalah momen dimana hatiku ngiler deras. Saat melihat rombongan mereka datang untuk keperluan apapun, seakan mereka merkata padaku yang menatapnya penuh rasa takjub, “Kita dulu kaya kalian loh, tapi sekarang udah gede. Udah SMP.” Asem, batinku gondok-gondok sendiri. Itu sama dengan halnya saat aku dalam perjalanan, dan kebetulan melewati Jl. Merapi, di pertengahan jalan—tepatnya setelah pertigaan yang menghubungkan Jl. Merapi dengan arah kuburan—pasti aku yang melaju dari arah barat menyempatkan kepala untuk sekedar menengok ke kiri. Bangunan itu, di mata dan hatiku memiliki wibawa tersendiri. Ketika melihatnya walaupun hanya sekilas, seakan deretan gedung it

Botak (lagi)

Apakah kamu juga merasakan bahwa ada saat-saat tertentu dalam hembusan napasmu dimana kamu merasa bukan siapa-siapa dalam hidupmu sendiri? Aku merasakannya juga. Terlebih semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, hingga mau tidak mau rambutku harus hilang digundul. Semangat The Show Must Go On- ku seketika saja hilang bersama hilangnya ribuan helai rambutku dipootong oleh tukang cukur dengan upah lima ribu rupiah. Bagi banyak orang mutik—begitu kami menyebut santri dengan skill patuh pada peraturan tingkat dewa— gundul adalah satu hal yang sangat menyakitkan. Identiknya, orang yang kena hukuman botak akan langsung putus asa. Tiak mau turun ke klub olahraga lagi, tidak mau rueun ke klub musik lagi, kalau yang jadi jurnalis seperti ku yang tidak mau turun ke lapangan mencari berita lagi. Dalam skala yang lebih parah, bisa sampai malas sekolah bahkan untuk sekedar belajar sekalipun. Itu bukan tanpa alasan, loh. Sekali lagi botakitu memang menyakitkan. Pandangan semua orang t

Pulang (?)

Tepat hari ini, terhitung ujian tulis pertengahan tahun sudah berjalan selama 6 hari. Sisana tinggal 4 hari dengan jumlah mata pelajaran yang tidak sebanyak pada 4 hari pertama ujian dimulai. Semakin ujian akan selesai, justru jadi pertanda bahwa fase yang paling kami tunggu-tunggu selama 5 bulan terakhir akan segera datang. Sebagai seorang santri yang menuntut ilmu daslam lingkungan pondok pesantren, masa liburan adlah satu-satunya kesempatan buat kami untukmenghirup udara bebas dunia luar tanpa perlu mempertimbangkan apakah yang kami kerjakan itu melanggar disiplin atau tidak. Diluar, kami bebas mengerjakan apapun tanpa ada yang akan mengatur dan membatasi. Hal itulah yang membuat sebagian (besar) orang Gontor berpikir bahwa pulang adalah kesempatan berhura-hura untuk melepaskan title santrinya. Semau gue! Maka tidak heran kalau saat pulang, santri Gontor justru kerap kali melajkukan perbuatamn yang sebenarnya itu jauh melampaui batas seorang santri. Tidak heran kalau di

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep

Nyontek (?)

Mau sedikit cerita tentang pelajarannya anak Gontor. Disini, para pendiri pondok kami berprinsip untuk bersistem mandiri. Mulai dari cara mendidik hingga kurikulum pelajarannya. Maka jangan heran, meskipun bertitel modern dan berstatus international school, kelas disini tetap menggunakan kapur dan berbangku kayu panjang yang setiapnya diduduki oleh 4 murid. Secara bertahap, semua hal diusahakan bikinan sendiri, dan santri-santrinya harus mau mengikuti tanpa protes melalui sepatah kata pun. Karena kata Kiai Hasan, intervensi adalah kedzaliman. Dalam kurikulum Kulliyatu-L-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) yang digunakan Gontor, hampir 85% materi pelajarannya menggunakan bahasa asing sebagai pengantar. Yakni Bahasa Arab dan Inggris. Di setiap kelas, paling banyak hanya terdapat 3-4 materi pelajaran yang menggunakan Bahasa Indonesia. Pelajaran dengan bahasa arab sebagai pengantar memang dinilai sulit oleh sebagian orang. Namun setelah paling lama dua tahun menjalani proses bela

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga

U M I

Setiap bulan, ditengah-tengah kesibukannya, Umi selalu menjadwalkan untuk datang ke Gontor menjengukku dan Mas Thoriq. Kadang-kadang ditemani Mbak Dinar, ataupun Abah. Tapi lebih sering yang kurasakan adalah Umi datang tanpa teman. Menyetir sendirian dari Boyolali ke Ponorogo. Kalau datangpun tidak pernah setengah-setengah. Pasti selalu membawa masakan bermacam-macam yang dimasak dengan cinta. Berbeda dengan makanan sehari-hariku di dapur yang entah siapa yang memasak. Dan aku selalu menikmati makanan yang nikmatnya sampai ke hari itu. Sejujurnya aku tahu, Umi pasti lelah, tapi beliasu selalu menyembunyikannya dari kami. Kasih sayang Umi padaku bukan hanya kurasakan begitu aku masuk Gontor dan jauh dari rumah, namun sejak aku kecil dan bukan apa-apa. Bahkan sejak aku belum mampu membedakan antara yang terang dan gelap. Sejak kecil Umi-lah yang hampir selalu mengurusi keperluanku. Aku sepenuhnya ingat saat Umi mengajariku membaca dengan buku-buku warisan dari Mbak Dinar. Saat itu