Jalan
raya Surakarta-Boyolali.
Dalam
kecepatan tinggi pada suatu malam, di atas sebuah kendaraan tanpa bodi bersama
Wildan di barisan paling depan, di sebelah sopir, kami berdua bercanda
sepanjang perjalanan. Menertawakan diri masing-masing.
Sampai
mata kami berdua menangkap sesuatu beberapa ratus meter di depan. Seorang gadis
berkerudung dengan pakaian gelap. Serba biru dongker. Wildan menunjuknya,
memberi tahuku. Menanyakan sedang apa dia di tengah-tengah jalan.
Saat
kendaraan yang kami tumpangi semakin mendekat, ternyata gadis itu tidak asing
dalam pandangan kami berdua. Pandangan kami berdua saling bertemu.
Gadis
itu tetap diam di tengah keramaian lalu lintas.
Di
belakang sebelan kanan kendaraan yang kami tumpangi, tepat sejalur dengan
posisi dimana gadis itu berdiri, sebuah bus dengan kecepatan tinggi melaju,
jika gadis itu tetap berdiri di situ, dan bus di belakang kami tetap melaju,
gadis itu bisa tertabrak. Dan tampaknya memang akan jadi seperti itu, karena
bus di belakang kami justru menambah kecepatan.
Aku
memaksa sopir untuk menambah kecepatan, dan mendekati posisi berdiri gadis itu,
masih 200-an meter di depan kami. Demi menyelamatkan gadis yang sama-sama tidak
asing di mata kami berdua.
Gadis
itu memang gila.
Posisi
kami semakin berdekatan, bus di belakang juga semakin mendekat. Tangan Wildan
bersiap, aku masih memberi aba-aba kepada sopir untuk semakin mendekat.
Sepersekian
detik yang sangat menentukan kelanjutan hidup gadis itu.
Tangan
Wildan meraihnya, kurang kuat, tidak cukup tangguh untuk melindungi gadis itu.
Dengan
segala kemampuan yang ada, aku membantu Wildan, memeluk erat gadis itu di
sampingku.
Wajahnya
diselimuti haru. Wajah yang seindah bulan purnama dan sebening kaca.
Aku
tidak kalah bahagia.
“Awak
dewe tetep konco! Slow wae! Zzzhha,” Teriakku parau kepadanya.
Gadis
itu mengangguk setuju, matanya berkaca-kaca menatapku.
Tiba-tiba
aku mendengar dan merasakan suatu getaran tepat di depan wajahku. Aku berusaha
tidak menghiraukan, tapi getaran itu terasa lagi. Telepon masuk. Aku membuka
mata, melihat tubuhku berada di atas ranjang di kamar dengan tertutupi selimut.
Ya Ampun. Mimpi lagi!

Comments
Post a Comment