Skip to main content

Buka Bersama Bareng Prestigious

Manusia-manusia prestiglo
Belum sah seseorang disebut dengan ‘Anak Gontor’ kalau belum tumbuh rasa kebersamaan, kekeluargaan di dalam dadanya.
Dan malam ini bagian kecil dari Surakarta-Jogjakarta membuktikan hal itu. Dengan buka bersama yang sederhana, tapi mengena di rumah Luthfi Al-Fatah, teman sekelas.


Buka bersama kali ini sengaja dibuat untuk dua generasi sekaligus, Prestigious yang barusan melepas papan namanya, dan sah menjadi alumni, dengan anak-anak yang baru saja naik ke kelas 5.
Padahal acara ini hanya bermula dari guyonan Mirzam sama Izzan, tapi nyatanya yang datang banyak banget.
We Call Him Mirzam

Walaupun dengan judul buka bersama guru baru dan kelas 5, nyatanya yang datang didominasi oleh guru baru. Tapi nggak masalah, hal itu sama sekali nggak mengurangi kehangatan yang terasa.
Seakan sudah menjadi sebuah tradisi, acara buka bersama pasti berlanjut dengan jalan bareng, apalagi di Solo, yang hampir ada semuanya ada, dan kehidupan masih tetap berjalan sampai tengah malam, bahkan lewat.
Setelah shalat isya’, acara dilanjutkan dengan nonton di Grand 21 SGM. Film-nya minion. Nggak tanggung-tanggung, memborong hampir 24 tiket. Jadilah ruang bioskop Minion putaran terakhir hari itu terasa seperti disewa.
Kalau sudah seperti ini, nggak ada bedanya lagi antara kelas 6 yang baru lulus, dan kami yang baru saja melpas tittle anggota. Semuanya sama, wibawa-wibawa itu nggak berlaku diluar. Ketawa bareng, bertingkah bego’ bareng. Justru yang seperti inilah yang membuktikan seberapa kuat kekeluargaan yang kita bangun. Kan pada daasrnya apa yang kita lakukan di pondok itu persiapan menghadapi hidup di luar. Pondok bukan orientasi kita, kehidupan setelahnya justru lebih panjang, dan beneran. Bukan sekedar drama lagi.

Malam itu ditutup dengan makan nasi goring sambil maen Glow Hockey di Rumah Luthfi, sampai satu-persatu tertidur, menikmati mimpi masing-masing.
Nyewa bioskop
Alwan, Faudzil, Romy

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...