Skip to main content

Satu Pagi di Solo

Jl. Brig. Slamet Riyadi ke arah timur.

Ini bukan soal Solo dalam artian yang luas. Ini Cuma melihat Solo dari satu sisi indahnya pada suatu pagi di Jl. Slamet Riyadi.
Setelah matahari terbit hari Ahad, 5 Juli 2015. Mungkin ini adalah Car Free Day di Slamet Riyadi yang kesekian ratus sejak pertama kali digagas oleh Walikota Surakarta saat itu, ir. Joko Widodo pada 30 Mei 2010 silam. Tapi ini adalah kali pertama Ulil menyempatkan diri datang ikut menikmati suasana Slamet Riyadi tanpa kendaraan.
Dapet pinjeman sepeda. bebas ngebut + sruduk kanan sruduk kiri
Kesan pertama begitu turun ke jalanan setelah memarkirkan motor di dekat sriwedari adalah terkagum-kagum. Slamet Riyadi yang pada hari biasa hampir selalu padat dengan mobil, motor, becak, dan apapun itu, kini lengang. Dari ujung barat, sampai timur di Gladak, yang terlihat hanyalah wajah-wajah penduduk yang penuh keceriaan. Terlihat sangat menikmati suasana seperti ini.
Hari Ahad memang merupakan waktunya untuk melepas penat di kepala yang sudah menumpuk pada hari sekolah selama 6 hari. Dan dengan menyusuri Car Free Day Slamet Riyadi adalah salah satunya.

Puasa tidak menjadi alasan dan hambatan para penduduk untuk menikmati CFD ini yang rata-rata dilakukan dengan aktivitas olahraga ringan. Bersepeda, Taichi, atau hanya berjalan santai.
Jualan aksesoris di sekitar Sriwedari
CFD juga adalah saat yang tepat untuk bercengkrama dengan orang-orang terdekat dengan suasana super rileks. Ulil merasa sangat beruntung bisa datang bersama teman-teman dari konsulat Surakarta-Jogjakarta. Dengan segala kelucuannya yang membuat CFD pagi itu jadi terasa ikut mewaraskan hati juga.

Acara mingguan yang membuat penduduk merasa santai ini perlu diadakan. Boyolali juga sedang menuju ke sana dengan konsisten mengadakan CFD pada hari ahad pekan pertama dan kedua.
City Walk yang suepi. karena semuanya berjalan di tengah jalan raya :v
Pengunjung paling ganteng

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...