ada seorang teman yang akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pondok setelah lama hatinya bergejolak ingin pulang. dia bukan orang asing. adalah anak dari sahabat ibu. teman berkacamata itu juga merupakan sobat dari sobat bermain bolaku dirumah.
aku sendiri sangat menyesalkan a;asannya untuk pulang. tidak tahan dengan prndidikan klub pramuka yang sering menggunakan pemukulan. postur tubuhnya memang kecil dan kurus. juga tidak terlalu tinggi. hampir sepundakku. menyakitkan memang tubuh seperti itu dipukuli.
bagiku alasan semacam itu sungguh tidak masuk akal. semua ekstrakulikuler yang ada disekolah ini justru merupakan tempat yang membuatku merasa nyaman dan betah di pondok. di organisasi yang mempersatukan kita dan orang-orang satu minat dan hobi itulah hampir semua murid disini menemukan keluarga. termasuk juga klub pramuk yang teman itu ikuti.
aku jadi curiga kalau sebenarnya ada alasan lain yang membulatkan tekadnya untuk drop out. dalam kondisi jauh dari rumah, dengan segala keterbatasan akses kepada dunia luar, segala hal atau masalah kecil disini dapat memotivasi kita untuk ingin segera keluar meninggalkan pondok.
ulil sendiri juga pernah, bahkan sering merasakan hal itu. aku pernah benar-benar ingin pulang hanya karena tidak bisa puas mengotak-atik komputer berjam-jam disini, juga penah hanya karena tidak punya teman perempuan, sering juga karena muak dengan tekanan disiplin dan permasalahan yang silih berganti.
tapi itu semua kembali kepada diri kita, bagaimana otak kita bisa merubah semua batasan menjadi motivasi istimewa. aku justru senang menjadikan batasan-batasan tadi menjadi semangat untuk mengembangkan diri dan berprestasi, agar bisa cepat lulus menjadi alumni.
yang aku sayangkan juga, teman tadi tergolong murid yang pandai. dihitung dari rankingnya di angkatan saja, ada kurang lebih 320 murid lain yang masih mati-matian bertahan.
seharusnya semua orang yang mau meluar dari Gontor itu berpikir ribuan kali terlebih dahulu. mengeluarkan diri dari oondok itu bukan permasalahannya sendiri. aku bahkan tak bisa membayangkan berapa liter airmata yang sudah ibunya jatuhkan untuk satu permasalahan ini saja.
Menghidupi anak di pondok dengan banyak kebutuhan itu memang menguras dompet para orang tua. Tapi kupikir, memilih untuk keluar itu jauh lebih menyakiti hati mereka.
Ibunya pernah datang ke kakak dan menceritakan permasalahan teman tadi dengan mata berlinang ari mata. mendengar itu saja sudah sangat cukup menyayat hati ini. padahal beberapa hari yang lalu aku masih melihat teman itu tartawa-tawa seakan tak ada beban.
Siang tadi sebelum berangkat ke kelas pelajaran sore aku tak sengaja melihat teman itu di kantor KMI, mungkin untuk yang terakhir kalinya. aku tak tahu apa yang akan ia lakukan sesampainya dirumah nanti, kemana di akan melanjutkan sekolah. oke kalau bisa melanjutkan di kelas 9. bagaimana klau harus mengulangi dari kelas 8 seperti yang kebayakan terjadi.
aku juga tidak tahu seberapa besar rasa kecewa yang ada didalam hati kedunya. tapi semoga ini jadi yang terbaik untuk teman itu.
Ya Allah, keluargaku hilang satu
aku sendiri sangat menyesalkan a;asannya untuk pulang. tidak tahan dengan prndidikan klub pramuka yang sering menggunakan pemukulan. postur tubuhnya memang kecil dan kurus. juga tidak terlalu tinggi. hampir sepundakku. menyakitkan memang tubuh seperti itu dipukuli.
bagiku alasan semacam itu sungguh tidak masuk akal. semua ekstrakulikuler yang ada disekolah ini justru merupakan tempat yang membuatku merasa nyaman dan betah di pondok. di organisasi yang mempersatukan kita dan orang-orang satu minat dan hobi itulah hampir semua murid disini menemukan keluarga. termasuk juga klub pramuk yang teman itu ikuti.
aku jadi curiga kalau sebenarnya ada alasan lain yang membulatkan tekadnya untuk drop out. dalam kondisi jauh dari rumah, dengan segala keterbatasan akses kepada dunia luar, segala hal atau masalah kecil disini dapat memotivasi kita untuk ingin segera keluar meninggalkan pondok.
ulil sendiri juga pernah, bahkan sering merasakan hal itu. aku pernah benar-benar ingin pulang hanya karena tidak bisa puas mengotak-atik komputer berjam-jam disini, juga penah hanya karena tidak punya teman perempuan, sering juga karena muak dengan tekanan disiplin dan permasalahan yang silih berganti.
tapi itu semua kembali kepada diri kita, bagaimana otak kita bisa merubah semua batasan menjadi motivasi istimewa. aku justru senang menjadikan batasan-batasan tadi menjadi semangat untuk mengembangkan diri dan berprestasi, agar bisa cepat lulus menjadi alumni.
yang aku sayangkan juga, teman tadi tergolong murid yang pandai. dihitung dari rankingnya di angkatan saja, ada kurang lebih 320 murid lain yang masih mati-matian bertahan.
seharusnya semua orang yang mau meluar dari Gontor itu berpikir ribuan kali terlebih dahulu. mengeluarkan diri dari oondok itu bukan permasalahannya sendiri. aku bahkan tak bisa membayangkan berapa liter airmata yang sudah ibunya jatuhkan untuk satu permasalahan ini saja.
Menghidupi anak di pondok dengan banyak kebutuhan itu memang menguras dompet para orang tua. Tapi kupikir, memilih untuk keluar itu jauh lebih menyakiti hati mereka.
Ibunya pernah datang ke kakak dan menceritakan permasalahan teman tadi dengan mata berlinang ari mata. mendengar itu saja sudah sangat cukup menyayat hati ini. padahal beberapa hari yang lalu aku masih melihat teman itu tartawa-tawa seakan tak ada beban.
Siang tadi sebelum berangkat ke kelas pelajaran sore aku tak sengaja melihat teman itu di kantor KMI, mungkin untuk yang terakhir kalinya. aku tak tahu apa yang akan ia lakukan sesampainya dirumah nanti, kemana di akan melanjutkan sekolah. oke kalau bisa melanjutkan di kelas 9. bagaimana klau harus mengulangi dari kelas 8 seperti yang kebayakan terjadi.
aku juga tidak tahu seberapa besar rasa kecewa yang ada didalam hati kedunya. tapi semoga ini jadi yang terbaik untuk teman itu.
Ya Allah, keluargaku hilang satu
Comments
Post a Comment