Skip to main content

[Berharap]

Ketika kenyataan, tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan, itu sudah terlalu biasa. Dan ketika seorang anak laki-laki remaja tidak berani menghadapi kenyataan yang tampaknya menyakitkan, itu terlalu cemen

“Kamu mau jadi bagian apa?” Tanya wali kelas kami—5B—kepada murid-muridnya pada sebuah kesempatan mengajar.

Jawaban pun beragam. Bermacam-macam sesuai dengan keinginan masing-masing.

Ketika itu, setelah Panitia Perganrian Pengurus Organisasi Pelajar Pondok Modern & Koordinator (P3O & P3K) telah diangkat dan mulai bekerja, suasana pondok menhadi panas sekali. Bukan karena musim kemarau yang semakin memuncak, melaninkan karena itu berarti, tidak lamalagi kepengurusan organisasi pelajar yang sebelumnya di[egang oleh siswa kelas 6, akan segera bepindah tangan ke siswa kelas 5.

Serah terima pengurus itu berarti banyak. Berarti tidak ada lagi kumpul kamis malam di depan kantor keamanan. Berarti tauqi’ subuh dan 4 waktu shalat lainnya ada di pengasuhan santri, berarti mulai menjadi pengajar pelajaran sore, berarti mulai menjadi motor penggerak dinamika kehidupan pondok.

­­­kembali ke pertanyaan tadi, aku perlu sedikit waktu untuk memutuskan jawaban apa yang akan kukeluarkan. Karena suara pencalonan wali kelas akan berbobot sangat berat.


Jawaban versi jujur, aku ingin merasakan semua bagian organisasi besar tersebut. Karen kau adalah salah satu orang yang paling percaya bahwa segala bentuk pendidikan di setiap jengkal tanah pondok ini. Adalah bekal masa depan.

Salah satu bagian yang paling aku inginkan adalah koperasi pelajar. Menurutku, pilihan ini muncul dari separuh hati yang menginginkanaku menjadi entrepreneus. Aku memang selalu berpikir begitu, membuat brand local yang hasil keuntungannya digunakan untuk mendukung fasilitas pendidikan anak-anak muda di Indonesia. Sayangnya, aku merasa tidak ada darah pengusaha yang mengalir dalam urat nadiku. Maka aku harus membuat gen pengusahaku sendiri.

Lantas kenapa koperasi pelajar? Karena bagian itulah yang menjadi pusat membeli segala macam kebutuhan siswa sekolah ini. Dengan terbagi menjadi 3 stand; pakaian, bukju, dan makanan, dalam satu tahun, jumlah sirkulasi di bagian tersebut bisa mencapai 6 hingga 7 miliar rupiah. Jumlah yang sangar fantastis untuk ukuran siswa kelas 2 SMA.

Kedua. Aku inin diangkat menjadi bagian penerangan. Selain karena ilmu sound system yang mahal, alas an lain yang menguatkan hatiku adalah, bagian penerangan merupakan sebuah tiket emas untuk menjadi penyiar Suara Gontor. Pikiran yang ini, muncul dari bagian hati lain yang bercita-cita menjadi penyiar radio penyiar radio, sebuah cita-cita ourba milikku. Bahkan sebelum aku berpikiran untuk menjadi penulis.

Dengan segala bentuk keyakinan, aku menjawab pertanyaan itu dengan…

“Bagian Penerangan, Ustadz..”

Yang kemudian dibalas dengan cie-cie oleh anak-anak

Dan memang selalu begitu. Jauh bara dari panggang, kenyataan, sekali lagi, terkadang sangat jauh dari apa aygn kita harapkan.

Ketika malam pengukuhan calon pengurus baru OPPM dating, jawaban yang aku berikan kepada wali kelas ternyata tidak dikabulkan. Karena ternyata, aku justru di tempatkan di Bagian Penggerak Bahasa Pusat. Bahkan parahnya, sebagai seorang ketua. Padahal bagian itu adalah bagian yang, terus terang saja, ingin kuhindari. Jikamelihat track recordku sebagai seorang penggerak bahasa rayon pun, itu sungguh tidak masuk akal. Aku malas. Aku jarang mengikuti perkumpulan wajib, aku tidak pernah menyelesaikan kewajiban. Ku piker, semua bentuk kebangsatan itu cukup untuk membuat mereka enggan mencalonkanku menjadi bagian penggerak bahasa.


Namun begitulah kenyataan. Mungkin ini adalah hukuman, mungkin juga ini adalah pembuktian dari sebuah kalimat yang sangat aku percayai bahwa, Tuhan tidak memberi apa yang kita mau, tetapi Ia selalu memberi apa yang kita inginkan.
Dan dalam posisiku sebagai seorang ketua, aku tidak boleh menyesal diangkat menjadi bagian ini. Justru akulah orang yang seharusnya pertama kali menguatkan anggota-anggotaku.

Setidaknya aku pernah berjanji, bahwa jadi bagian apapun aku nanti, aku akan membuatnya terasa seperti keluarga. Mungkin inilah waktu untuk membuktikan itu. Bismillah!.


Comments

  1. cek ini http://www.remajakreatif.com/2016/05/ketentuan-lomba-arki-2016.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...