Skip to main content

Antara Fasl Fauq dan Fasl Taht,

Secara formal, ada sebuah sistem yang mengatur pembagian kelas untuk siswa Gontor yang baru naik kelas. Yaitu dengan mengurutkan nama-nama mereka berdasarkan nilai ujian. Dengan kata lain, orang dengan nilai paling tinggi, seharusnya ditempatkan di kelas B yang merupakan abjad kelas tertinggi dengan nomor urut saru. Selanjutnya, akan diikuti oleh siswa-siswa lain berdasarkan nilai mereka dari yang paling tinggi ke yang paling rendah.

Sistem pembagian kelas itu, di kemudian hari, menciptakan dua golongan akademis yang dipercaya memiliki kemampuan intelektual yang berbeda. Dua golongan itu adalah: fasl fauq, yang secara Bahasa berarti kelas tinggi, dengan rentangan B sampai F. mereka dianggap sebagai golongan dengan kepandaian tinggi. Yang kedua adalah fasl taht, secara etimologi berarti kelas rendah, dengan rentangan G sampai kelas terakhir. Berbanding terbalik dengan fasl fauq, fasl taht dianggap sedikit kurang dalam hal akademis.

Anggapan yang berbeda terhadap fasl fauq dan fasl taht itu, menimbulkan perlakuan yang berbeda pula terhadap masing-masing golongan. Umumnya, orang-orang yang duduk di kelas tinggi akan sedikit mendapat kebebasan dalam belajar. Mereka dipercaya memiliki kemampuan yang cukup untuk memahami pelajaran melalui buku dengan membacanya secara otodidak. Sementara golongan yang lain, disebabkan oleh anggapan yang lebih cenderung meragukan kemampuan mereka, umumnya akan mendapat tambahan disiplin belajar dari wali kelas ataupun pengajar di kelasnya masing-masing.

Yang bagus sekaligus membahayakan adalah, anggapan yang kemudian dijadikan dasar dalam memperlakukan mereka itu, akan membentuk kepribadian mereka. Seorang murid yang sebenarnya memang memiliki kekurangan dalam hal akademis, ketika berada dalam lingkungan belajar yang tercipta dari perlakuan orang terhadap kelas tinggi, biasanya akan tertuntut untuk menjadi sebanding dengan teman-temannya. Di sisi lain, seorang murid yang sebelumnya memiliki potensi untuk menjadi berprestasi, namun tertekan dengan anggapan bahwa dirinya adalah bagian dari murid yang sedikit kurang di bidang akademis, bisa jadi justru akan kehilangan rasa percaya diri, dan kemudian benar-benar menjadi kehilangan potensi pandainya jika dibiarkan saja.

Setelah saya hidup sekian tahun di Gontor, menjadi bagian dari salah satu golongan tersebut, dan kemudian mendapatkan kesempatan untuk menyelami kehidupan kelas fasl fauq dan fasl taht sebagai pengajar, saya justru beranggapan bahwa dibalik sistem penempatan kelas berdasarkan nilai akademis, fasl fauq dan fasl taht bukanlah dua golongan antara B sampai F dan G hingga kelas terakhir. Saya lebih percaya bahwa sebenarnya fasl fauq dan fasl taht adalah dua simbol mental berbeda yang dimiliki oleh seorang murid. Hal itu karena faktanya, seorang murid duduk di kelas tinggi bukan hanya karena ia memiliki kemampuan akademis yang baik. Melainkan ada banyak sebab. Sebaliknya, seorang murid duduk di kelas  bawah bukan hanya karena kemampuan akademisnya buruk. Melainkan juga ada banyak sebab.

                Ada orang yang kemampuan akademisnya luar biasa, tapi karena memiliki catatan pelanggaran, atau dipandang kurang berakhlak, diturunkan kelasnya ke abjad pertengahan, atau bahkan abjad paling rendah sekalipun. Karena itu, mereka membuat beberapa bangku di kelas atas kosong, dan kemudian harus diisi oleh siswa lain yang diambil dari kelas yang lebih rendah abjadnya. Hal itu membuat orang yang pada dasarnya hanya memiliki kemampuan akademis sebatas rata-rata, mendapatkan kesempatan untuk duduk di kelas atas.

                Bagi saya, fasl fauq adalah simbol untuk menamai murid dengan perangai yang baik dan mental yang positif, sekalipun ia duduk di rentangan kelas yang dianggap kelas bawah.

                Meskipun duduk di kelas bawah, bisa jadi seorang murid mentalnya fasl fauq karena rajin belajar, pantang menyerah, suka mendiskusikan hal-hal penting termasuk pelajaran, mau bertanya ketika menghadapi kesulitan, mau membantu teman, dan yang paling penting, bisa menghormati pengajarnya.

                Sementara fasl taht adalah simbol untuk menamai murid dengan perangi buruk dan mental negatif. Walaupun ia dianggap pintar dan duduk di kelas atas, bisa jadi ia bermental fasl taht jika ia sombong, malas, tidak mau belajar karena merasa pintar, sering terlelap di kelas, dan tidak bisa menghormati guru.

                Dalam hal ini, orang yang paling baik tentu adalah mereka yang duduk di kelas atas, dan juga memiliki sifat-sifat dan kebiasaan positif yang terimplenentasi dalam kegiatan dan akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari. sebaliknya, orang yang paling buruk adalah orang yang belum cukup duduk di kelas bawah, malas dan tidak mau belajar pula.




                Menghadapi itu, saya selalu berpesan kepada murid-murid saya di akhir sesi mengajar bahwa perbedaan kelas bukanlah sekat untuk berprestasi, bukan tidak mungkin seseorang yang duduk di kelas bawah bisa mengalahkan teman-teman lain yang duduk di kelas atas. Semuanya bergantung pada bagaimana cara mereka mengelola potensi diri masing-masing.

                Tapi yang lebih penting, apabila mereka tidak bisa menjadi fasl fauq dalam hal akademis, setidaknya mereka harus fasl fauq dalam akhlak dan adab.

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...