Skip to main content

Pak Nur dan Worldview Aqidah Islamnya

Di suatu sudut  dalam ruang dosen pria di kampus Rabitah Universitas Darussalam Gontor itu, ada satu benda yang kurasa karena terlalu lama tak tersentuh oleh tangan manusia, mulai berdebu tipis permukaannya. Benda itu adalah stopmap hard cover berwarna biru dongker. Isinya hanyalah beberapa lembar absen kehadiran mahasiswa dan satu lembar kertas HVS jurnal materi kuliah untuk dosen. Dari beberapa lembar yang masing-masing berisi 5 kolom kehadiran, hanya ada satu kolom yang sudah terisi.

Benar! Selama hampir 4 bulan masa aktif perkuliahan, kami baru masuk satu kali saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Ketika masuk untuk kedua kalinya, Pak Muhammad Nur, sang dosen, menyatakan bahwa dirinya bahkan sampai lupa mengajar materi apa di kelas kami. Sementara beliau tidak tahu bahwa kami para mahasiswanya ini sangatlah berharap-harap untuk masuk lagi dan masuk terus pada mata kuliah Worldview Aqidah Islam.

Pada pertemuan pertama, Pak Nur telah membuat peraturan bahwa mata kuliah yang diampunya akan selalu dimulai pukul 7 tepat. Walaupun hanya satu orang saja yang sudah datang, maka kuliah akan tetap dimulai. Mahasiswa diberi waktu tenggng selama sepuluh menit terhitung dari pukul 7 tepat. Selama masa tenggang itu, silakan masuk saja ke ruang kuliah tanpa salam tanpa permisi. Itu hak kalian. Tapi jika terlambat, jangan berani masuk, mendingan pulang saja karena tidak akan dihitung hadir. Konsekuensi atas peraturan yang telah disepakati bersama itu juga berlaku untuk dirinya sendiri sebangai sang dosen. Apabila sampai pukul tujuh lewat sepuluh menit dirinya belum hadir, maka kami para mahasiswanya dipersilakan untuk meninggalkan kampus. Kuliah secara otomatis telah ditiadakan.

Begitulah kami setiap hari Sabtu malam, datang pukul tujuh tepat, menunggu selama 10 menit, lalu pulang karena Pak Nur tidak datang. Padahal dalam sakit hati saya yang karena tidak mendapat jurusan sesuai pilihan itu, mata kuliah Worldview Aqidah Islam yang diampu Pak Nur seolah-olah telah menjadi obat penawarnya.

Dalam kuliah di Universitas Darussalam yang memang sudah saya rencanakan hanya akan berlangsung selama dua semester ini, saya telah memasang niat untuk memperkuat aqidah islam saya sebagai dasar menghadapi kehidupan dunia luar pondok nanti. Cita-cita saya, memiliki keahlian komputer sekaligus tetap mampu mendalami ilmu agama dengan baik. Kualifikasi seperti itu yang telah lama saya anggap sebagai ideal. Realisasinya, saya memilih program studi Aqidah Filsafat Islam yang memang telah menjadi prodi unggulan Universitas Darussalam Gontor. Konon, banyak universitas lain yang pengajaran Aqidah Filsafat Islamnya telah melenceng.

Ketika menjalani tes wawancara dengan dosen prodi tersebut, saya menyampaikan secara jujur mengapa saya memilih Aqidah Filsafat Islam. Sayang sekali ternyata saya tidak ditempatkan di prodi tersebut. Saya justru tersesat di Perbandingan Madzhab Fakultas Syariah. Padahal prodi tersebut sama sekali tidak saya pilih. Untuk tiga prodi yang diajukan, saya memilih Aqidah Filsafat Islam, Ilmu Qur’an dan Tafsir, baru Ilmu Komunikasi yang tidak jauh-jauh dari passion saya.

Mendapat Perbandingan Madzhab adalah ketersesatan bagi saya.

Ketika Pak Nur masuk pertama kali pada saat bulan pertama masa aktif kuliah hampir lewat, saya seperti kehujanan setelah melalui perjalanan panjang di gurun yang gersang lagi panas. Nikmat! Segar! Saya merasa mendapat injeksi semangat untuk kuliah, pada mata kuliah Worldview Aqidah Islam saja tapi. Pertemuan pertama itu membahas konsep Islam, Iman, dan Ihsan. Lalu di akhir pertemuan pertama tersebut, beliau menjabarkan apa saja yang akan kami pelajari dalam mata kuliahnya. Antara lain; konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep rasul, dan lain sebagainya. Inilah yang saya cari-cari sejak lama di kampus ini! Teriak saya dalam hati.

Pembahasan mata kuliah bersama Pak Nur itu terasa nyaman sekali. Penyampaiannya membuka cakrawala rasa ingin tahu kami atas ilmu pengetahuan. Rasanya seperti ingin belajar, belajar, dan terus belajar. Mencari, mendengar, dan mendalami. Kuliah bersama Pak Nur dua jam sama sekali tidak melelahkan. Bahkan saya tidak akan keberatan sama sekali apabila setiap pertemuannya akan menjadi seperti itu.

Mempelajari hal yang kita sukai dari orang yang tepat memang selalu menyenangkan. Orang yang tepat, bukan hanya membuat kita yang suka betah berlama-lama, tapi juga membuat mereka yang malas menjadi tertarik untuk membuka mata. Sebaliknya, kadang kita justru menjadi kurang nyaman dengan suatu hal yang pada awalnya kita sukai hanya karena orang yang menyampaikannya tidak tepat. Tidak bisa membawakan.


Dari situ saya belajar, untuk memotivasi diri agar menjadi orang yang tepat pada setiap mata pelajaran yang saya bawakan di kelas. Dan saya merefleksikannya agar saya tidak memandang suatu secara sempit, seperti hanya pada siapa yang mengajarkannya. Apabila suatu pelajaran kurang menarik karena sang pengajar kurang bisa membawakannya, saya harus mencari jalan lain agar asya tetap suka untuk mempelajarinya.

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...