Skip to main content

1st of December 2013

Dimana akan ku cari..
Aku menangis seorang diri...
Hatiku slalu ingin bertemu..
Denganmu aku bernyanyi..

    Ayah...
    Dengarkanlah..
    Aku ingin bertemu..
    Walau hanya dalam mimpi

    Ada dua pahlawan paling hebat dalam hidupku, yang pertama tak lain adalah ibuku. dan yang kedua adalah ayahku, yang sering ku panggil 'Abah'. Abah adalah lelaki yang sangat menyayangi keluarganya. Tulang ia bangting, keringat ia peras cuma untuk menghidupi keluarganya, dan utamanya, tiga buah hati yang makin beranjak dewasa ini. Abah juga seorang yang berjiwa besar dan berhati lembut. Sungguh beda dengan bapak-bapak yang lain di dunia. kalo yang lain sering menggunakan cara-cara keras, teriakan, atau bahkan pukulan, dan gak sedikit anak yang bilang kalo dia takut sama bapaknya dalam artian takut digebukin atau dimarahin, berbeda dengan abah. Pendidikan dan banyak pengalaman yang ia alami membuatnya berbeda, walaupun ia menerima perlakuan seperti itu dari ayahnya yang lain adalah kakekku, kakek yang belum pernah aku lihat. Tapi ia tak pernah melakukan hal yang sama dalam mendidik buah hatinya, dalam mendidikku. ia tak sekedar melarang ini dan melarang itu, ia memberi kami kebebasan, tapi juga pemahaman antara mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga kami tumbuh besar dengan segala pengertian, tak perlu orang tua kami memukul kami, atau menggunakan cara keras lainnya, cukup dengan isyarat
.
    Abah punya banyak sekali harapan yang ditaruh dalam diri kami, anak-anaknya. tak jarang abah bercerita tentang masa muda-nya, bagaimana sulitnya belajar saat itu. dan ia lah yang selalu menggembor-gembori aku untuk membaca dan menulis, hingga saat ini pena dan kertas menjadi sahabat terdekatku.walaupun tak jarang kami belum mampu mewujudkan apa yang ia inginkan, tapi ia tak pernah menunjukkan rasa kecewanya pada kami, justru ia yang selalu menguatkan kami.
  Abah yang dahulu adalah seorang politisi yang aktif, sampai Surya Negara jadi nama belakangku, karena aku lahir bertepatan saat partai abah lahir juga, Partai Amanat Nasional, jadi abah menyimpan doa di dalam namaku agar suat saat nanti aku bisa memimpin bangsa ini, meneranginya dari kegalapan ciieeh haha. Bahkan pada pemilu 2009 lalu, abah maju mencalonkan dirinya untuk jadi DPRD Boyolali, tapi aku kurang setuju, maaf bah. karena belum jadi DPR saja,  aku rasa perhatiannya ke keluarga mengurang, aku takut nanti akan lebih berkurang lagi, dan orang orang di gedung parlemen itu sedikit yang bersih. dan jadi pejabat itu banyak godaannya. dan akhirnya setelah hasil pemilu keluar, abah belum diberi kesempatan oleh Allah untuk duduk di salah satu kursi di gedung itu. entah aku harus senang atau sedih, senang karena aku kurang setuju abah jadi pejabat, sedih karena apa yang abah usahakan belum berhasil, tapi aku tau, aku percaya, rencana Allah itu luar biasa dibalik semua itu.
    Abah juga orangnya sangat merakyat sekali, mau merasakan rekosonya hidup jadi orang kecil, kadang aku sangat terharu sekali kalo harus lihat ia makan sambil duduk di tangga, entah apa maksudnya. aku juga sedih kalo lihat wajahnya yang lelah habis kerja, tapi tetep berusaha terlihat biasa aja di depan kami.
   ah terlalu banyak kenangan bareng abah untuk diceritakan satu satu, semoga saja, walaupun jauh, terpisah beratus-ratus kilo meter di sana, abah selalu diberi kesehatan agar suatu saat nanti aku bertukar posisi dengannya, aku yang bekerja, dan abah menikmati hari tuanya dengan tenang.

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...