Skip to main content

Tentang Sepinya Malam

  Dan demi malam
                Apabila telah Sunyi
                Dari dulu, sejak aku doyan nonton film di tv setelah selesai belajar (read: pura-pura belajar) malam, aku jadi suka begadang hingga tengah malam, hingga film yang kuanggap keren selesai, sampai hampir dini hari, sampai hari hampir berganti. Kala itu aku mikirnya acara tv di jam-jam itu lebih keren. Stasiun-stasiun tv menayangkan apa yang tidak mereka tayangkan disiang hari. Malam hari jadi lebih asik juga karena saat yang lain sudah tidur, ak bisa comat-comot sisa makan malam sesuka hati, atau juga bisa masak mie instant sendiri tanpa perlu takut dimintain sama yang lain.
                Setelah aku kenal dengan gadget dan internet, ternyata kebiasaan tidur malam itu makin parah saja. Bahkan sampai benar-benar pagi dan hari telah berganti. Semua itu jelas bermula dari game online yang lagi suka aku mainin waktu itu, game apalagi kalau bukan Club Cooee. Game Chatting 3D itu bahkan hampir membuatku gila dan lupa dunia nyata. Aku terlalu asik punya diriku yang lain didalam dunia maya. Gara-gara game itu, aku pernah hampir tidak main bersama teman-teman rumahku dalam jangka waktu yang lama, mungkin sampai berbulan-bulan. Sejak kenal game itu juga, hidupku terasa begitu monoton. Bangun pagi, sekolah, pulang, main game sampai malam, tidur bangun, dan begitu terus selanjutnya tanpa ada kegiatan lain yang mengisi hari-hariku selain nongkrong di depan layar komputer. Hal itu benar-benar membuatku jadi gila, seperti ada rasa candu yang menggantungi diriku. Saat tidak bermain untuk sehari saja, badaku terasa aneh, tidak lengkap, dan seperti ada sesuatu yang lepas.
                Aku suka game ini karena ada perasaan berbeda yang aku rasakan saat memainkannya. Game ini terasa begitu nyata, entah memang para progammer game itu sengaja membuatnya jadi begitu atau aku yang terlalu serius memainkannya. Semua chat yang kita baca terasa seperti asli, saat berkelahi dengan seseorang walaupun hanya melalui perantara tulisan, seakan kita berhadapan langsung dengan musuh kita. Juga saat kita suka dengan seseorang atau suka dengan avatarnya, kita benar-benar merasakan getaran aneh yang masuk ke dada. Luar biasa sekali game ini mempengaruhi hidupku. Namun sebenarnya dari game ini juga aku kenal banyak orang dari banyak wilayah di Indonesia, walaupun sekedar menjadi teman virtual saja. Tapi ada juga teman virtual yang terseret untuk menjadi teman real, dialah reza yang akan kita bahas di postingan lain.
                Berlanjut saat aku lebih suka SMS-an, aku lebih menikmati malam itu dengan ngobrol sama temn-temn nyataku meskipun Cuma lewat SMS.Apalagi sama temen yang cewek, nggak tau kenapa aku lebih nyaman smsan sama cewek, karena kita bisa ngobrolin banyak hal, membahas dari dua cara pandang
yang berbeda, aku suka banget kalo punya temen cewek yang asik buat dijadiin temen diskusi yang asik. 
Kalo SMS-an sama temen cowok, pasti lebih cenderung buat ceng-cengan, Cuma buat nanyain hal-hal yang serius. Mungkin ini salah satu bukti kalo cowok dan cewek saling melengkapi. Di malam yang begitu sepi itulah obrolan terasa begitu mengena di hati. Jadi lebih sering ketawa-ketiwi sendiri sambil ngelihatin atap kamar dan menaruh handphone diatas dada.            
                Malam juga punya suatu aura yang berbeda. Kalau mau tau rasa bebas yang malam tawarkan,coba aja berdiri di tengah jalan raya saat yang lain sudah asik terlelap dalam mimpinya. Coba dengarkan sedikit kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Genggam erat tanggan seseorang yang sangat kau saying. Tatap langit yang bintangnya tampak lebih banyak saat itu, lalu teriak bersamanya. Resapi perasaan apa yang muncul saat itu
                Terlebih saat malam ada sangkut pautnya dengan tuhan, saat kita mencoba berhubungan dengan-Nya di waktu yang spesial itu. Allah berfirman dalam sebuah ayat-Nya, bahwa shalat di tengah malam itu berbeda, bacaannya lebih berkesan. Aku sering sekali membuktikannya, ada perasaan lain yang mungkin tidak akan kita temui selain di malam hari. Pantaslah kalau aku sering banget terisak menitihkan airmata di waktu itu. Karena di waktu itu Allah terasa begitu dekat sekali, lebih dekat dari diriku sendiri
                Malam memang bebeda, di waktu itulah kita lepas dari kebisingan siang. Saat itulah suara qalbu terdengar lebih jelas. Namun tidak dapat dipungkiri juga kalau malam sangatlah berbahaya, banyak kejahatan yang maennya Cuma di malam hari. Pelacur pun juga kerjanya malam hari. Maka waspadalah waspadalah waspadalah
                Nasi Goreng 212 Paskot 23:45

                Gurih. Pedas. mMmm..  segar rasa nanas. Nikmat nasi goring setan berambut merah level 15 yang sengaja aku pesan dengan campuran potongan nanas ini terasa lebih sempurna kalau dimakan di tempat dan waktu yang tepat seperti malam ini, malam jum’at kliwon. Di kedai yang terletak di Pasar Kota Boyolali lantai dua. Dengan hawa dingin malam lereng gunung dan pedas luar biasa dari nasgor yang sedang kulahap, kulihat titik pusat Boyolali. Sebuah tugu jam dibawah sana. Dibawah langit bertaburan gemerlam bintang-gemintang ini aku melihat Boyolali dari sebuah sisi yang lain, saat suasana benar-benar lengang ketika semua orang enggan keluar rumah. Di jalan provinsi yang melintasi tugu jam ini hanya beberapa kali kendaraan yang lewat. Entah ini malamnya yang luar biasa atau pemilik kedai yang pintar sekali memilih angel untuk warungnya.
                Namun begitu, anak-anak skate masih asik main sama papan dan palang mereka di depan jajaran kios di pasar lantai dua. Beberapa dari mereka juga brutal melahap nasi goreng. Ketika jam tangan di tanganku ngentut sebagai tanda malam tepat berada di tengah-tengahnya, dan aku sudah selesai dengan setan merah level 15 ku, kutarik tangan Nada yang sejak tadi menemaniku di kedai ini, sengaja aku culik Nada dari rumahnya. Cuma untuk satu alasan, melihatkan malam yang indah ini kepadanya. Aku berlari  kecil menyusuri halaman barisan toko yang berpaving. Masih dengan menggenggam tangan kanan Nada dan tetap menariknya.
                “Surya! Gila kamu ya, mau kemana kita?” Protes Nada yang nggak tau kemana aku menariknya. Aku diam, hampir jatuh tergelincir saat melewati halaman yang mulai menurun membawa kami ke jalan raya.
                Kulihat lagi sekilas, Nada tersenyum, sepertinya ia mulai tahu kemana aku membawanya. Dan akhirnya senyum yang manis dari bibirnya itu kini berubah menjadi tawa.

                Kulepaskan genggamanku saat kami sampai di jalan beraspal yang panjang ini. Tepat di sebuah tikungan dari arah perempatan Seiko menuju taman kota. Tepat dibawah tugu jam yang menjulang gagah, seakan sombong  kepada manusia atas kemegahannya. Harum bunga sedap malam yang tumbuh dibawah tugu itu mengelus-elus hidung kami. Gila, kenapa jadi romantis banget gini, batinku. Aku dan Nada berdiri di tengah-tengah jalan raya, di tengah-tengah malam juga, dan dibelakang kami berdiri tugu yang tingginya nggak kurang dari 50 meter. Jalanan ini sepi sekali, bahkan sekarang tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Yang bisa didengar sekarang hanyalah tawa renyah nada. Entah kenapa dia tertawa. Bahagia atau ini terlalu gila? Aku berdiri didepannya, kuseka helaian rambut yang menutupi wajahnya. Lalu kugenggam erat kuda tangan Nada, kemudian semakin erat.
            “Nad, sekarang kita teriak sekencang mungkin.”
            “Gila lu sur, haha”
            “Tiga.. dua.. satu..”



                MIN Boyolali, Bus Pariwisata Karya Jasa. Desember 2011 21.00
                Siswa akhir MIN Boyolali dan adik kelasnya sudah berkmpul di kelas masing-masing sejak pukul delapan malam tadi. Kami sedang mendengarkan pengarahan dari wali kelas sambil bercanda menunggu panggilan untuk masuk kedalam bus kelas kami yang sudah menunggu di sekitar sekolah. Beberapa bus itu akan membawa kami berlibur bersama ke kota Malang selama satu hari dua malam.
                MIN malam hari ini berbeda dengan MIN di malam-malam yang lainnya. Biasanya, sekolah yang tergolong sudah tua ini terlihat angker dan mengerikan sekali setiap malam. Saat semua lampu di kelas-kelas sudah dimatikan dan tidak ada yang menetap disini selain Pak Parno dan mungkin terkadang Mas Tri. Tapi malam ini beda, terasa sangat ramai dan hawa kebahagiaan terasa  kental sekali.
                Satu persatu kelas mulai dipangggil. Lima A, Lima B, Lima C, Enam A, dan Enam B. Anak-anak sudah keluar dari kelas mereka dan mulai meninggalkan halaman sekolah. Semua berhamburan mencari bus kelas mereka bagai anak ayam mencari induknya. Menyisakan aku dan Udin yang masih rebut bagi-bagi absen dan kertas penjelasan tata tertib. Sebelum kami berdua meningglkan halaman, sempat kutatap langit sebentar. Gelap tapi ramai dengan gemerlap bintang-gemintang tanpa awan. Kulihat ada layang-layang disalahh satu bagiannya
                Bus yang akan memobilisasi Enam A memimpin rombongan di paling depan.
                ‘Oke temen-temen. Sebelum bis kita berangkat, tak bacain absen dulu yak? Yang aku panggil tolong kasih satu kecupan ke kakak yaa..’
                ‘huuuu….’
                ‘Acha Wahyu Hidayat’
                ‘Adnan Rusydiasyah’
                22.05
                Bis kami mulai berjalan. Bukan berjalan sih tepatnya, tapi ngebut. Gila, ini supir pasti mantan pembalab liar. Salip kanan salip kiri tanpa ragu. Dan Boyolala yang emang kotanya keterlaluan mungil, sudah lengang sekali, padahal barusan lewat pukul sepuluh. Perjalanan mala mini rencananya akan memakan waktu enam jam dengan rute Boyolali, Solo, Sragen, Ngawi, Kediri, Malang.
                Sepanjang perjalanan, aku melihat banyak hal dari sisi yang lain. Jalanan yang biasanya aku lihat pada siang hari dengan limpahan cahaya kini gelap sekali. Saat perjalanan malam hari aku lebih suka tidur. Tapi tidak untuk perjalanan kali ini, rasanya terlalu sayang untuk ditinggal tidur karena mungkin, perjalanan dengan menggunakan bus bersama teman-teman SD pada malam hari seperti ini hanya akan kurasakan sekali pada saat ini saja. Dan takkan pernah terulang lagi. Kutatap pepohonan yang melesa di pinggir jalan dari jendela, tiba-tiba hatiku terasa sempit sekali mengingat hal itu.
                Di sebelah kananku ada Fahri, dan Febri di sebelah kiri. Barisan bangku sebelah kanan cowo semua isinya, dengan acha yang duduk dipaling depan, dan kirinya buat cewe. Nggak ada yang bisa tidur diantara kami. Mungkin hanya Pak Harta, anak, dan istrinya yang sudah terlelap. Aku tahu, yang lain juga seneng dan mikir, akankah hal seperti ini bisa diulang lagi?
                Karena semua mata masih terbuka kami setel lagu dari galaxy mini-ku. Dan yang ada didalam bis, heboh ikut karaokean. Request bebas bersama DJ Aoohan .\m/. Seru sekali. Diiringi lagunya Pee Wee Gaskins dan band pop punk yang lain plus gerakan bus yang goyang kanan goyang kiri mendahului kendaraan lain. Sesekali Pak Hara celingukan ke belakang ketawa ngelihatin aks kami. Ternyata beliau belm tidur. Setelah hamper empat jam melesat, fially semua tampaknya sudah mulai K.O melaan kantuk, semuanya tepar. Hanya aku yang tersisa dengan celetukan suara screen keypad dan riuh chatingan masuk ke handphone. Satu orang di is lain masih sama terjaga juga menemaniku. Aku pindah ke bangku dua seat disampig jendela. Kulamati jalanan, pepohonan yang beradu melesat kencang.
                Sekencang itu juga tiba-tiba ingatan dan memoriku berkelebat. Teringat kalau ternyata ini adalah tahun terakhirku di MIN, dan sebentar lagi, hari-hari berama orang-orang gila yang sudah seperti saudaraku sendiri ini akan berakhir. Aku akann berpisah dengan sahabat-sahabatku, keluargaku, dan meninggalkan dunnia ang penuh dengan canda dan tawa ini untuk masuk dan berpindah ke dunia yang bau, yang belum aku ketahui sama sekali bagaimana keadaannya. Sekilas aku meraa cemas dan ragu, akankah dunia yang bau itu masih senyaman yang lama, yang sudah sangat akrab sekali denganku. Akankan aku masih bisa tertawa lepas lagi bersama mereka? Atau bisakah aku jadi lebih baik dan akankah aku masih bisa memiliki teman-teman gila dan luar biasa seperti mereka lagi. Bayangan itu mengalir cepat memenuhi kapalaku. Secepat pohon-pohon yang seakan berlali mundur berlawanan arah dengan laju bus.
                Akhirnya biarlah pertanyaan-pertanaan itu terjawab sendiri oleh waktu suatu hari nanti, yain saja bawa rencana Allah untuk akhluknya pasti indah. Aku pun tertidur lelappada dua jam sisa perjalanan panjang ini didalam bis yang begitu dingin dan meniggalkan lawan chaing di bus empat~

Comments

Popular posts from this blog

Gontor Horror Story~

Satu (lagi) kejadian yang sempat membuat pondok sibuk membicarakannya. Beberapa hari yang lalu, dikabarkan bahwa seorang santri yang berasrama di gedung Yaman kesurupan *JGLARR!!. Letak gedung itu memang cukup ekstrim, yakni diujung tenggara kawasan pondok dan paling dekat dengan sungai Malo—sungai tempat sisa-sisa pengikut PKI dipancung berpuluh tahun yang lalu— letak tersebut masuk kategori seram dan mengerikan untuk ukuran asrama. Menurut kabar yang beredar, sebab seorang santri itu kesurupan menurutku cukup menarik perhatian. Ceritanya, si Dono—sebut saja begitu— kehilangan sejumlah nominal uang yang dia simpa di dalam lemari pakaian. Tidak terima dan sakit hati, emosi Dono pun memuncak. Berdirilah ia di teras kamarnya di lantai dua yang langsung menghadap ke arah sungai Malo. “Sini! Genderuwo, Kuntilanak, Tuyul, atau apapun yang ngambil duitku. ANA LA AKHOF!! Nggak Takut!!” Seperti itu kurang lebih ia berteriak meluapkan amarah . Seakan tantangannya sampai ke telinga ...

Nyusu Sambil Ngemil Frech Fries ala The Milk #KulinerBoyolali

Penampang dari meja luar Petualangan Ulil bareng Griya Pulisen Boys menyusuri sudut-sudut mengisi perut di Boyolali pada malam hari belum berakhir. Kali ini spesial banget, karena malam ini, adalah malam takbiran. Malam ini kami keluar Cuma bertiga, Ulil, Estu (@paangestu), Aga (@Riyanto_aga). Dido yang biasanya habis-habisan di- bully sedang mudik ke habitat asalnya, sementara Arsyad, nyusul terakhiran. Padahal kami bertiga baru keluar dari gapura Griya Pulisen I hampir pukul 21.30 malam, tapi jalanan Boyolali masih ramai banget. Apalagi Jl. Solo-Semarang yang melintasi pasar kota boyolali. Polisi lalu lintas berjaga hampir di setiap persimpangan, memejeng motor dengan lampu panjang berkelap-kelip merah di atas joknya. tembok Kecuali mobil-mobil pemudik yang bernomor polisi B,F,D, dsb., jalanan dipenuhi oleh mobil-mobil bak terbuka yang mengangkut belasan orang, entah kemana tujuan mereka. Yang jelas, hampir setiap mobil sudah dilengkapi dengan speaker jumbo yang meng...

Damainya Gontor Tanpa Marosim~

Di Gontor ada dua jalan pemikiran yang saling bertentangan namun juga selalu berjalan beriringan menemani kehidupan santri. Yang pertaman adalah mereka yang setuju bahwa marosim itu bermanfaat untuk melancarkan kegiatan pondok, dan kedua adalah mereka yang justru menganggap marosim adalah bukti bahwa santri Gontor itu lelet dan tidak punya jiwa ketanggapan Jika diterjemahkan denganbahasa arab yang benar, marosim itu berarti upacara. Namun dalam istilah gontori, marosim adalah suatu cara yang dilakukan oleh pengurus untuk mempercepat gerak anggotanya. Misalkan marosim pergi ke masjid, marosim keluar kamar sebelum membaca do’a, marosim berwudlu sebelum shalat, marosim masuk kelas, dan masih banyak lagi. Pokoknya selama ini hidup santri Gontor selalu lengket dengan kata marosim.penggunaan kata marosim tersebut merujuk pada anggota-anggota yang diberdirikan dengan suatu posisi barisan tertentu menyerupai upacara jika terlambat. Sebenarnya penggunaa kata marosim itu kurang tep...